Wilayah Surakarta dan Yogyakarta merupakan tempat
kedudukan empat kerajaan yang berdiri sendiri di bawah kekuasaan negara Hindia
Belanda. Pada zaman modal pertama, zaman politik kolonial yang liberal dan kapitalisme swasta, secara
formal diatur dalam Undang-undang Agraria 1870. Secara tradisional negara
Mataram tidak mengontrol tanah, tapi mengontrol penduduk beserta hasil yang
diperoleh dari tanah garapan mereka. Tanah yang diberikan kepada mereka disebut
lungguh dan orang yang memegangnya disebut patuh atau lurah patuh. Kemerosotan
sistem lungguh di daerah kejawen daerah yang tidak terjamah perkebunan Belanda
dikarenakan terkikisnya kebekelan.
Terjadinya peningkatan ekonomi 1912-1924 diadakan
re-organisasi. Ada empat tindakan yang diambil untuk membuat perubahan
tersebut: 1). Penghapusan sistem lungguh, 2). Pembentukan desa sebagai unit administrasi,
3). Pemberian hak-hak penggunaan tanah yang jelas kepada petani, dan 4) .
Perbaikan aturan sewa tanah. Aturan sewa tanah yang baru, dikeluarkan pada
1918, perkebunan menyewa tanah bukan dari pemegang lungguh tetapi dari
kerajaan.
Di kota Surakarta dan sebagian Yogyakarta zaman modal
hadir bersama perkembangan industry batik, dimana kegiatan membatik ini telah
dilakukan oleh perempuan. Pada pertengahan 1840-an metode membatik
diperkenalkan oleh seorang pedagang batik di Kauman. Kauman adalah tempat
bermukimnya para pegawai keagamaan sekaligus tempat produksi batik berskala
besar, karena sungai yang mengalir di dekatnya sanggup menyediakan air yang
diperlukan.
Zaman baru ini, merupakan tanda kemajuan menuju
modernitas yaitu mendapatkan pendidikan gaya Barat. Mereka menyebut diri denagn
kaum muda yang lebih modern ketimbang orang tua. Dengan lahirnya kelembagaan
seperti surat kabar bumiputera, jurnalis bumiputera bekerja pada penerbit Indo
dan Tionghoa. Persaingan orang Tionghoa yang dirasakan oleh pengusaha dan
pedagang batik bumiputera, lalu Samanhoedi bergabung dengan Kong Sing. Ketika
revolusi Tiongkok mencapai Hindia, mereka mulai bersikap arogan dan
memperlakukan onggota Jawa secara kurang layak. Lalu, H. Samanhoedi mendirikan
perkumpulan yang bertujuan menolong dan membantu pada saat perkelahian
dinamakan Rekso Roemekso.
Serekat Islam tumbuh dan berkembang dari Rekso Roemekso
pada awal 1912. Tirtoadhisoerjo merupakan redaktur sesama SI. Untuk anggota
sesama SI, diberi tanda-tanda rahasia, seperi dengan secarik kertas hitam yakni
memerlukan pertolongan, kertas berwarna kuning menandakan kesulitan, sedangkan
kertas berwarna merah berarti ada sesama anggota berantem. SI masih tetap
organisasi ronda seperti Rekso Roemekso, namun mendapat bentuk baru gerakan,
boikot yang diperkenalkan oleh Tirtoadhisoerjo dan Marthodharsono. SI yang
terdiri atas anggaran dasar yang disusun oleh Tirtoadhisoerjo dalam lingkungan
keresidenan Surakarta.
Tjokroaminoto merupakan anggota dari cabang SI dari
Surabaya, ia menyerukan partai politik pertamanya dengan sebutan Hindia untuk
Hindia. Lalu ia, mulai melobi polisi sehingga polisi tidak terlalu menyelidiki
karena ia dekat dengan Gubernur Jenderal Belanda. Tjokroaminoto banyak ralasi
dengan pedagang batik Surabaya. Ia merupakan tokoh yang paling berpengaruh pada
SI. Karena SI Surakarta (pusatnya) berubah menjadi otoriter dan radikal.
Pedagang batik di Lawean tidak dapat dan memang tidak mau
membiayai SI, karena di masa perang bahan mentah untuk produksi batik melonjak
tinggi. Haji Mohammad Misbach dan Haji Hisamzaijnie mulai menerbitkan Medan
Moeslimin. Penerbitan itu merupakan usaha yang agak lambat dari kaum muda Islam
untuk mengikuti zaman kemajuan dank arena itu tetap bersifat pinggiran dalam
politik pergerakan pada akhir 1917. Mas Marco Kartodikromo, anak keluarga
priyayi rendahan. Ia adalah anggota kaum muda, yang diciptakan oleh pendidikan
gaya Barat karena aktivitas negara dan bisnis swasta Belanda. Lalu ia
mendirikan IJB di Surakarta pada pertengahan 1914. Sejak awal, Marco bermaksud
melancarkan “perang suara” melalui Doenia Bergerak. Marco merupakan tokoh yang
radikal, ia tinggal di Belanda selama lima bulan dan kembali ke Jawa pada awal
Febrauari 1917, bergabung dengan Pantjaran Warta pada 13 Februari ia langsung
menerbitkan artikel “Sama Rata Sama Rasa”.
Antara 1917-1920, pergerakan mengalami transformasi yang
mendalam. Kini merepakan zaman pemogokan, dimana pemimpin baru dan pusat-pusat
pergerakan bermunculan. Di dalam SI, seorang aktivis ISDV muda yaitu Samaoen
muncul sebagai pemimpin SI Semarang dan VSTP. Sneevliet segera mengambil
inisiatif untuk mendirikan ISDV pada Mei 1914-1916 tetap menjadi klub debat
bagi kaum sosialis Belanda. Semaoen muncul sebagai bumiputra yang menjadi
propagandis serikat buruh, ia memulai kariernya sebagai propagandis serikat
buruh yang belajar Marxisme sekaligus cara mengorganisir serikat dan memimpin
pemogokan dari pembimbingnya Sneevliet. Semaoen menempatkan pergerakan melawan
ketentreman, yang menandai rust-nya orang Belanda dan tentremnya orang Jawa.
Pada akhir 1917-1918 Semaoen berhasil memimpin serangkaian pemogokan di
Semarang.
Tjokro, dalam kongres CSI 1916 akan bekerja demi kemajuan
rakyat Hindia dibawah dan bersama pemerintah Hindia Belanda. Ia mencoba
menggerakan semangat demokrasi dan sosialisme dan mendorong gerakan Djawa Dipa.
Gerakan itu dimulai oleh dua pemimpin SI Surabaya, Tirtodanoedjo dan
Tjokrosoedarmo yang bertujuan menghapus bahasa Jawa tinggi dan menjadikan
bahasa Jawa rendah (ngoko) sebagai bahasa Jawa yang standar. Tjokroaminoto
secara resmi memasukan gerakan serikat buruh sebagai salahsatu bidang utama
aktivitas CSI. Banyak serikat buruh yang berada dibawah pemimpin SI Semarang
seperti VSTP, Typogafenbond, PPDH, SPPH, dan HAB. PHB-nya Soerjopranoto, menghadirkan
Yogyakarta sebagai pusat pergerakan pada 1919. Pendiri PHB setelah kongres CSI
tahun 1918 oleh Soerjopranoto. Ia berhasil mengubah perkumpulan aristocrat
Pakualaman menjadi jaringan patronase aristocrat dan priyayi Pakualaman. Tujuan
Adhi Dharma ini untuk memajukan kemajuan spiritual, moral, dan intelektual yang
harmonis. Pada pertengahan 1919, terjadi dua insiden yang menyebabkan runtuhnya
gerakan SI. Yang pertama adalah insiden Toli-Toli di Sulawesi Tengah pada Juni.
Abdoel Moeis melakukan propaganda CSI, kunjungannya ternyata memercikkan rasa
antusias terhadap pergerakan dan orang-orang mulai menolak kerja paksa serta
banyak kaum muda yang mengalami perubahan.
Kombinasi Tjipto yang nasionalis dan Misbach sang mubalig
yang mendorong insulinde menjadi kekuatan pergerakan revolusioner utama di
Surakarta. Tjipto ingin menunjukkan bahwa standar moralnya lebih tinggi dari
kebanyakan priyayi Jawa yang suka menghamburkan-hamburkan uang. Ia ingin
membangkitkan semangat melawan kolonial karena orang Jawa bersifat menerimo dan
membentuk parlemen. Perspektif moralnya revolusioner karena ia melihat
kemungkinan bangkitnya kembali moral orang Jawa menjadi orang Hindia. Adanya
perbedaan pendapat antara Tjipto dan Marco yang bersuara dan bertindak seperti
seorang satria dalam pergerakan berdasarkan pengertian yang popular tentang
satria dalam dunia wayang. Tjipto adalah sosok revolusioner yang dihargai, yang
standar moralnya dapat dipahami etisi Belanda.
Misbach adalah
mubaligh berpendidikan pesantren, ia tampil sebagai tokoh pergerakan
kaum muda Islam di Surakarta pada 1910-an. Ia baru aktif terlibat dalam
pergerakan pada 1914 ketika ikut IJB-nya Marco. Pada 1924, persaingan antara
kaum putihan dan kaum abangan semakin terpolitisir akibat pertikaian ideologis
CSI Moehammadijah yang bersimbol Islam dengan PKI-SR yang mengaku atas dasar
kepentingan rakyat. Misbach yang menggerakan Islam dalam propaganda tersebut
sehingga ia menjadi orang terkemuka. Bangkitnya Insulinde kedua mulai aktivitas
propagandanya di Kartasura. Bagi Misbach, dalam melakukan propaganda ia
melancarkan kegiatannya didaerah pedesaan dan langsung berbicara kepada rakyat
untuk menunjukan pergerakan petani karena merasakan penindasan dari birokrat.
Lalu Dowes Deker ditangkap karena pemberontakan petani.
Tjipto mulai radikal melalui propaganda anti raja karena
terlalu mewah. Rendahnya stndar hidup petani di Surakarta. Sehingga menimbulkan
amarah yang pro dengan sunan. seperti Budi Utomo, Martodarsono, Djawihiswara
mereka yang tidak suka dengan kelakuan Tjipto. Kelakuan Tjipto membuat masalah
kepada Hindia, Mangkunegaraan, dan kesultanan.
Terjadinya transformasi pada awal nya 7 orang boleh dua
partai dalam pergerakan, selama ini ideology belum perang. Lalu Soewardi pulang
dari Belanda dan membentu partai NIPSH, organisasi harus disiplin, mempunyai
anggaran dasar, mars, keanggotaan, dan Soewardi dilirik oleh SI dan BO yang
menginspirasi dan mengembangkan identitas partai dan mulai ada pertikaian
paham ideologi.
Marco membangkitkan PKI dan SR di Surakarta. SI hampir
bangkrut dan ditolong oleh Moehammadijah. Karena SI harus bersih dari komunis,
anggota komunis radikal adalah Darsono yang merupakan komunis propaganda agar
partainya tidak ada yang membuka skandal. Kongres istimewa CSI komunis
benar-benar mundur serta peraturan D’ Fock yang konyol. Menghimpun kekuatan
untuk melakukan pemogokan Tan Malaka diasingkan. Banyak yang lebih memilih pro
dengan pemerintah. CSI pada zaman Partij berubah menjadi PSI transformasi
pergerakan. Orang-orang komunis marah dengan Misbach (Islam bergerak), oaring
Moehammadijah melakukan pinjaman duit dengan bunga. SI pergerakannya sangat
lamban, sehingga mudah diserang Moehammadijah. SI Merah adalah oraganisasi yang
dibentuk oleh Misbach merupakan cikal bakal dari komunis yang bergabung.
Sedangkan Moehammadijah adalah Islam kapitalis dan pro kepada pemerintahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar