Selasa, 31 Desember 2013

SUMBANGAN REVOLUSI ILMU PENGETAHUAN TERHADAP PEMIKIRAN SEKULERISME DI EROPA



SUMBANGAN REVOLUSI ILMU PENGETAHUAN TERHADAP PEMIKIRAN SEKULERISME DI EROPA

2.1  Revolusi Ilmu Pengetahuan Pasca Abad Pertengahan
Abad pencerahan tidak dapat ditentukan secara tegas batas waktunya. Dalam arti tertentu Abad Pencerahan telah dimulai sejak Zaman Renaissance, dengan bangkitnya kembali minat terhadap naskah Yunani dan Latin, dengan sikap kritis terhadap filsafat Kristen Abad Pertengahan dan rasa ingin tahu pada umumnya pada dunia ini sebagai lawan dari dunia akhirat.
            Revolusi Ilmu, seperti kebanyakan revolusi pandangan manusia mengenai dunia, mempunyai akar yang dalam di masa lampau. Newton mempunyai banyak pendahulu. Semangat kritis yang merupakan dasar ilmu pertama kali dicetuskan oleh para filsuf Yunani kuno dan kemudian diwariskan kepada murid mereka yaitu orang-orang Romawi.[1]
            Sekularisme pertama kali muncul di Eropa. Tapi mulai diperhitungkan keberadaannya secara politis bersamaan dengan lahirnya revolusi Perancis tahun 1789 M. berkembang merata ke seluruh Eropa pada abad ke-19 M. kemudian tersebar lebih luas lagi ke berbagai negara di dunia, terutama dalam bidang politik dan pemerintahan, yang pada abad ke-20 M, dibawa oleh penjajah dan missionaris Kristen.[2]

2.2  Revolusi yang melahirkan pemisahan antara gereja dan negara

                 Pada periode sekularisme moderat, agama dianggap sebagai masalah individu yang tidak ada hubungannya dengan negara, tetapi meskipun demikian, negara masih berkewajiban untuk memelihara geraja, khususnya bidang upeti atau pajak. Dalam pengertian ini, dalam pemisahan antara negara dan gereja, tidak dirampas agama Masehi sebagai agama sekaligus dengan nilai-nilai yang dimilikinya, meskipun ada sebagian ajarannya yang diingkari, dan menuntut penundukan ajaran-ajaran agama Masehi kepada akal, prinsip-prinsip alam, dan perkembangannya. Penganut pendapat demikian dikenal dengan penganut aliran “Deisme”  yang mengakui adanya Tuhan sebagai asal muasal alam, akan tetapi mengingkari adanya mukjizat, wahyu dan menggolongkanTuhan kedalam “alam”; Tuhan menyerahkan alam kepada nasibnya sendiri. Diantara para penganut  aliran ini terdapat:

-  Francois Voiltare (1694-1778), filsuf Perancis yang digolongkan sebagai penganut agama alami.
- Lessing (1729-1781) , filsuf Jerman yang berpendapat bahwa agama bukanlah terminal terakhir, melainkan sebagai periode batu loncatan menuju kehidupan manusia. Agama berstatus sebagai medan perkembangan. Tuhan bermaksud memberikan petunjuk manusia kepada kebenara, sedang kebenaran abadai tidak ada, yang ada hanyalah usaha menuju kepada kebenaran.

Filsuf-filsuf lain yang termasuk dalam periode sekularisme moderat:

-  John Locke (1632-1704), filsuf Inggris yang berpendapat bahwa negara yang modern telah menghapuskan semua wasiat Gereja. Karena memandang kepercayaan agama sebagai hasil pemikiran perorangan, dan persaudaraan dalam agama sebagai hubungan bebas yang harus dipikul dan dipertahankan selama tidak mengancam kebinasaan dan kehancuran undang-undang negara.
-  G.W. Leibniz (1646-1716), filsuf Jerman. Ia sependapat dengan Locke, bahwa agama menjadi masalah perorangan yang hanya berurusan dengan individu saja tanpa ada suatu hubungan dengan negara. Bahkan dialah yang menganjurkan penghapusan sebagian ajaran agama Masehi yang tidak sesuai dengan akal.

-    Thomas Hobbes (1588-1679), filsuf Inggris yang berpendapat bahwa negara itu merupakan “akad” atau kesepakatan dimana negara berkewajiban menggiring manusia secara paksa ke dalam akad tersebut. Karena itulah Hobbes menekankan pentingnya kewajiban negara. Ia menjadikan negara sebagai sebagai sumber undang-undang, moral dan agama. Bahkan untuk pemeliharaan kekuatan dan kewibawaan negara, dianjurkan agar negara berbuat sesuai dengan apa yang disenangai atau dikehendakinya.

- David Hume (171-1776), filsuf Inggris yang ateis. Ia mengingkari adanya roh yang kekal, tetapi tetap menganggap agama sebagai kepercayaan, agama menurut pandangannya bukanlah suatu ilmu tetapi hanya institusi belaka.

-   J.J. Rousseau (1712-1778), filsuf Perancis dan seorang humanis non materialis. Dalam buku Emil, Rousseau memfokuskan alam sebagai faktor pemisah sebagaimana ia menjadikan agama dalam pendidikan merupakan suatu hal yang bertentangan dengan alam. Menurut pendapatnya, sebaiknya anak tidak boleh mengikuti golongan agamis, tetapi anak memilihi sendiri berdasarkan atas akal murninya. Rousseau tidak menerima paham ateisme, tetapi ia juga menolak bukti-bukti metafisis tentang adanya Tuhan yang diajarkan ilmu ketuhanan Gereja.

Pokok pemikiran yang mendorong adanya pemisahan antara Gereja dan negara, atau antara agama dan negara, pada sekularisme periode pertama ini yaitu:

-   Keutamaan untuk menciptakan kewibawaan negara dengan kewibawaan yang mutlak, dalam rangka menghadapi kekuasaan Gereja, beserta wasiat-wasiatnya yang telah diberikan kepada manusia sejak abad pertengahan, sebagaimana pendapat Hobbes.

-   Tuduhan terhadap agama Masehi dengan ajaran-ajarannya yang jauh dari akal sehat – seperti kepercayaan tentang Trinitas, kepercayaan tentang tabiat Tuhan dan manusia yang dimiliki Al-Masih; sebagaimana pendapat Locke dan Leibniz, yaitu dalam usahanya membersihkan agama Masehi berdasarkan logika akal sehat.

- Menurut ilmu pendidikan, agama bertentangan dengan “alam”, seperti yang diutarakan Rousseau berdasarkan ajaran-ajaran agama Masehi yang berupa dosa turunan.

-  Anggapan bahwa agama itu suatu perkembangan, bukan tujuan terakhir, dengan demikian kebenarannya adalah kebenaran yang dapat berubah, sebagaimana pendapat Lessing.[3]


2.3  Munculnya paham sekulerisme
            Istilah secular berasal dari bahasa latin Saeculum yang memiliki dua konotasi yaitu time dan location. Waktu menunjukan sekarang sedangkan tempat dinisbahkan kepada dunia. Jadi saeculum berarti zaman ini atau masa kini, dan zaman ini atau masa kini menunjukan peristiwa di dunia ini, dan itu juga berarti peristiwa–peristiwa masa kini. Adapun sekularisasi dalam kamus ilmiah adalah hal usaha yang merampas milik gereja atau penduniawian. Sedangkan Sekularisme adalah sebuah gerakan yang menyeru kepada kehidupan duniawi tanpa campur tangan agama.

            Dalam konteks Eropa, sekularisasi berarti privatisasi terhadap wilayah-wilayah gereja hingga politik, seni, dan ekonomi. Sekulerisasi merupakan suatu perkembangan manusia menuju kemajuan (modernisasi) dengan meniadakan unsure gnosis dalam kemajuan yang diraih. Hal ini disebabkan karena tidak adanya campur tangan tuhan atas kemajuan yang dicapai oleh manusia (deisme).
            Bila kita melacak sejarah Eropa saat revolusi ilmu pengetahuan, sekularisme muncul disebabkan pengungkungan gereja dan tindakannya menyekat pintu pemikiran dan penemuan sains. Pihak gereja Eropa telah menghukum ahli sains seperti Copernicus, Gradano, Galileo dll yang mengutarakan penemuan saintifik yang berlawanan dengan ajaran gereja. Kemunculan paham ini juga disebabkan tindakan pihak gereja yang mengadakan upacara agama yang dianggap berlawanan dengan nilai pemikiran dan moral seperti penjualan surat pengampunan dosa, yaitu seseorang boleh membeli surat pengampunan dengan nilai wang yang tinggi dan mendapat jaminan syurga walaupun berbuat kejahatan di dunia.
            Munculnya sekularisme adalah disebabkan dari bentuk kekecewaan (mosi tidak percaya) masyarakat Eropa kepada agama kristen saat itu (abad 15). Di mana kristen beberapa abad lamanya menenggelamkan dunia barat ke dalam periode yang kita kenal sebagai the dark age. Padahal pada saat yang sama peradaban Islam saat itu sedang berada di puncak kejayaannya. Sehingga ketika perang salib berakhir dengan kekalahan di pihak Eropa, walau mereka mengalami kerugian di satu sisi, tetapi, sebenarnya mereka mendapatkan sesuatu yang berharga, yaitu inspirasi pengetahuan. Karena justru setelah mereka “bergesekan” dengan umat Islam di perang salib. Hal tersebut ternyata menjadi kawah lahirnya renaissance beberapa abad setelahnya di Eropa. Setelah mereka menerjemahkan buku-buku filsafat yunani berbahasa arab dan karya-karya filosof Islam lainnya ke dalam bahasa latin. Pada saat Eropa mengalami the dark age, kristen yang sudah melembaga saat itu menguasai semua ranah kehidupan masyarakat Eropa. Politik, ekonomi, pendidikan dan semuanya tanpa terkecuali yang dikenal denga istilah ecclesiastical jurisdiction (hukum Gereja). Semua hal yang berasal dari luar kitab suci Injil dianggap salah. Filsafat yang notabene sebagai al-umm dari ilmu pengetahuan dengan ruang lingkupnya yang sangat luas, mereka sempitkan dan dikungkung hanya untuk menguatkan keyakinan mereka tentang ketuhanan yang trinitas itu. Mereka menggunakan filsafat hanya sekedar untuk menjadikan trinitas yang irasional menjadi kelihatan rasional. Dengan demikian secara otomatis filsafat yang seharusnya menjadi induk dari seluruh ilmu pengetahuan yang ada menjadi mandul dan tidak berfungsi.
            Ilmu pengetahuan yang menopang majunya sebuah peradaban malah dimusuhi. Ketika ada penemuan baru yang dianggap bertentangan dengan isi injil dianggap sebagai sebuah pelanggaran yang harus ditebus dengan nyawa. Sebagaimana yaang dialami Copernicus yang menyatakan teori heliosentrisnya yang notabene bertentangan dengan injil yang mengemukan teori geosentris.
Berikut adalah pokok-pokok ideologi sekulerisme :
1.      Menolak sistem agama dalam semua urusan dunia seperti politik, sosial, pendidikan dan sebagainya. Bagi mereka agama hanyalah penghalang kepada kemajuan tamadun dan pembangunan sains dan teknologi. Idea-idea agama bersifat kolot dan bertentangan dengan pemikiran akal sehat mereka.
  1. Kehidupan berasaskan kepada rasional, ilmu dan sains. Manusia tidak boleh meletakkan doktrin atau kitab-kitab agama sebagai pegangan kerana ia akan membutakan kehidupan manusia. Manusia mestilah berpegang kepada kajian sains, eksperimen sehingga menemukan hal-hal yang baru.
2.      Menganggap kewujudan sebenarnya adalah melalui pancaindera bukan unsur-unsur rohaniah dan metafisik yang sukar dikesan melalui kajian moden. Paham ini lebih mengutamakan material dan membelakangi  spiritual. Kehidupan selepas mati merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kajian sains modern dan eksperimen.
3.      Nilai baik dan buruk ditentukan oleh akal manusia bukannya teks agama. Bagi mereka nilai baik dan buruk adalah relatif  dan agama menyempitkan konsep nilai baik dan buruk. sehingga, muncullah paham hedonisme yang mengajak manusia bebas melakukan apa saja demi terciptanya kesenangan. Contohnya amalan seks bebas menurut Freud, mempunyai unsur kebaikan pada suatu masa dan keadaan tertentu.
4.      Menganggap alam ini terjadi melalui fenomena sains dan kimia tertentu bukannya kuasa tuhan. Dari anggapan ini muncullah berbagai teori tentang kejadian alam termasuk kekuatan unsur kimia dan atom yang menyebabkan Big Bang sebagai asas kewujudan alam, seolah-olah tuhan tidak terlibat dalam penciptaan alam ini. Sebahagian penganut paham ini menolak tuhan manakala sebahagian yang lain mempercayai tuhan tetapi tuhan tidak mencampuri urusan manusia di dunia. Manusia bebas menentukan kehendak dan mengikut tindakan mereka.[4]

2.4 Sumbangan revolusi ilmu pengetahuan terhadap pemikiran sekulerisme
Bagi mereka yang melakukan penolakan terhadap sistem agama telah menyebabkan kemajuan sains dan teknologi yang pesat dengan munculnya zaman Renaissance yaitu pertumbuhan perindustrian dan teknologi pesat di benua Eropa.
George Sarton mengakui bahwa kayakinan yang dibutuhkan oleh manusia adalah keyakinan yang religius. Menurutnya, kebutuhan ini merupakan satu di antara tiga serangkai yang dibutuhkan oleh manusia: seni, agama dan ilmu pengetahuan. Katanya,

“Seni mengungkapkan keindahan. Seni adalah kenikmatan hidup. Agama berarti kasih sayang. Agama adalah musik kehidupan. Ilmu pengetahuan berarti kebenaran dan akal. Ilmu pengetahuan adalah had nurani umat manusia. Kita membutuhkan ketiganya: seni, agama dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan mutlak diperlukan, meskipun tidak pernah memadai.” (George Sarton, Six Wings: Men of Science in the Renaissance, hal. 218. London, 1958)


[1] Abad Besar Manusia : Sejarah Kebudayaan Dunia Seri : Abad Kemajuan oleh S.C Burchell dan Pustaka Time Life Tira Pustaka Jakarta
[2] Lembaga Pengakajian dan Penelitian WAMI, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran (Akar Ideologis dan Penyebarannya), Jakarta:Al-Ishlahy Press, cet.I, 1995, h.286
[3] http://budieagung.wordpress.com/2011/10/23/pemikiran-filsafat-sekularisme/ diakses pada taanggal 1 November 2013



Daftar Rujukan

Ø  Lembaga Pengkajian dan Penelitian WAMI, 1995, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, diterjemahkan oleh: A. Najiyulloh, Al-Ishlahy Press, Jakarta.
Ø  budieagung.wordpress.com/2011/10/23/pemikiran-filsafat-sekularisme/


1 komentar: