Pada tahun 1967, negara Israel dikelilingi oleh
lingkungan musuh yang kuat dan bermaksud untuk menghancurkan Israel. Pada tahun
1966, terjadi kup sayap kiri di Suriah, yang membuat negara tersebut menjadi
sekutu dekat Uni Soviet. Rezim baru Suriah sangat bersimpati terhadap gerakan
fedayeen orang Palestina. Pada tanggal 17 Mei, Nasser memulai serangkaian aksi provokasi yang membuatnya bersekutu
dengan Suriah untuk berperang melawan Israel. Pertama ia memberangkatkan
seratus ribu tentara Mesir ke Semenanjung Sinai, yang sebelumnya menjadi Zona
bebas militer sejak perang Suez. Keesokan harinya, ia memerintahkan tentara PBB
untuk meninggalkan wilayah itu, PBB segera menurutinya. Pada tanggal 22 Mei, ia
menutup Teluk Aqabah bagi pelayaran Israel. Pada tanggal 23 Mei, Israel
mengumumkan bahwa tindakan penutupan itu merupakan aksi agresif yang berarti
menyerang negaranya.
Negara Yahudi kini dikepung oleh musuh, lebih ketat
dari pada para tentara salib yang dikepung oleh Saladin dan para pendukungnya..
Para tentara Yahudi muda membanting radio mereka serta menangis dalam perasaan
takut dan malu. Pada tanggal 5 Juni, orang-orang Israel merasa mendapatkan
suatu kebenaran uintuk melancarkan serangan antisipatif terhadap Nasser. Mereka
menghancurkan hampir seluruh angkatan udara Mesir di darat Menurut Eshkol dan
Dayan bahwa perang itu merupakan perang untuk memperluas wilayah kekuasaan.
Pada tanggal 7 Juni, Israel melakukan Kota
Yerussalem dan selama dua hari Israel melanjutkan kemenangan penting ini dengan
mengambil wilayah yang kini dikenal dengan Tepi Barat dari Yordania dan dataran
Tinggi Golan dari Suriah bersama dengan Sinai dan Jalur Gaza dari Mesir.
Kita telah melihat bagaimana sebuah kemenangan
yang tak terdugaatau suatu perubahan nasib yang dramatis sering membuat orang
merasa bahwa mereka memiliki takdir illahiah yang istimewa. Perang 6 hari telah
memberikan kesan kuat dan mendalam bagi rakyat Yahudi, yang merasa bahwa mereka amat
beruntung telah direnggut dari kehancuran dan dianugerahi kemenangan yang sama
dramatis dengan ketika Tuhan menyelamatkan orang-orang Israel kuno di Laut
Merah.
Agama seharusnya menjadi kekuatan untuk pengembangan
sikap saling menghormati dan rasa belas kasihan tapi agama juga dapat menjadi
katalisator kebencian. Bahaya ini tamnpak menjadi ancaman yang sama besarnya
bagi timur tengah saat ini, sebagaimana pada saat pertempuran Hittin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar