Pendidikan di Indonesia jika dibicarakan tidak akan
ada habisnya karena terlalu banyaknya masalah yang dihadapi. Mulai dari segi
pembangunan sampai segi tenaga pengajarnya yang kurang mampu mendidik manusia
Indonesia secara cerdas. Jika ingin berkaca sedikit kembali ke sejarah
negara-negara besar contohnya amerika dengan diplomasi kemerdekaannya yang tak
pernah berubah mengenai pendidikan untuk bangsanya, berbeda dengan Indonesia
yang setiap pergantian parlemen selalu mengubah/mengamandemen undang-undang
yang telah dirumuskan dengan baik oleh para pendiri bangsa ini terutama tentang
pendidikan.
Tujuan akhir pendidikan di Indonesia adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Namun,apa makna dari mencerdaskan
kehidupan bangsa itu?
Cerdas dalam hal ini bukan berarti cerdas untuk diri
sendiri saja tetapi cerdas dalam arti mampu membangun bangsa ini secara
bersama-sama. Untuk dapat mewujudkan hal itu tentu saja tidak mudah. Diperlukan
waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup besar. Karena faktanya tingkat
pendidikan di Indonesia tertinggal amat sangat jauh dari negara-negara lain.
Namun, dengan optimisme yang tinggi seperti yang ada dalam buku ini tentang
visi Indonesia 2030 yaitu menjadi 5 negara besar di dunia kita mampu
mewujudkannya.
Untuk itu marilah kita merangkum sedikit
permasalahan untuk mengukur tingkat kecerdasan yang sudah dicapai Indonesia.
Dalam buku ini terdapat beberapa bukti belum cerdasnya kehidupan bangsa:
1)
Kita tidak mampu untuk tidak kekurangan
air bersih dan bahan makanan di musim kering
2)
Kita tidak mampu mengatasi banjir dan
tanah longsor di musim hujan
3)
Kita tidak mampu menemukan obat bagi
penyakit yang berulang (periodik) mewabah di Indonesia, seperti demam berdarah
4)
Kita ketergantungan kepada hasil
teknologi negara lain
5)
Kita tidak mampu menemukan, mengolah,
mengelola, dan memanfaatkan sumber daya alam bagi sebesar-besarnya kemampuan
rakyat
6)
Kita tergantung kepada impor sedangkan
kita adalah negara yang memiliki hasil bumi melimpah yang seharusnya menjadi
negara pengekspor
7)
Kita tidak mampu menjaga keutuhan negara
bangsa Indonesia karena banyaknya bagian-bagian Indonesia yang terlepas seperti
timor timur, pulau sipadan dan ligitan, dan berbagai masalah perbatasan yang
kritis
8)
Kita tidak mampu mengembangkan strategi
yang komprehensif dan terintegrasi dengan dukungan yang kuat dari seluruh
rakyat untuk mengatasi krisis multidimensi
Dari permasalahan di atas metode pendidikan seperti
apakah yang cocok untuk meningkatkan kecerdasan bangsa ini?
Menurut pendapat saya pertama-tama yang harus
dicerdaskan adalah guru. Karena guru merupakan unsur utama yang penting dalam
pembangunan pendidikan di Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa sebagian besar
guru di Indonesia masih mengikuti kurikulum yang ada yang jelas-jelas mereka
tahu bahwa kurikulum itu tidak mampu mencerdaskan anak didiknya. Inovasi guru
Indonesia sangatlah sedikit dan tidak banyak juga yang sekedar menunggu
perkembangan saja (copy paste). Agar guru cerdas dan punya keberanian untuk
memaknai SK (Standar Kompetensi) dan KD (Komptensi Dasar) diperlukan:
1)
Model pelatihan
Yakni dengan menggunakan rumus 30:70.
Maksudnya 30% dari waktuya untuk ceramah/menjelaskan, sedangkan 70% waktunya
digunakan untuk berdiskusi.
2)
Hindarkan guru-guru dari hanya menjiplak
contoh
Maksudnya adalah membiarkan guru untuk
membuat/merumuskan sendiri materi pokok, indikator, dsb. Dan setelah itu dikaji
bersama.
3)
Optimalkan KKG dan MGMP
Maksudnya guru bisa saling
share/bertukar pengalaman dan menemukan solusi segala permasalahan kurikulum
atau pembelajaran selama mengajar
4)
Proses pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif,dan menyenangkan (PAKEM) adalah keharusan
Maksudnya tenaga pengajar harus
menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis,
dan interaktif atau dialogis
Solusi lain yang mungkin bisa ditawarkan untuk
pendidikan di Indonesia adalah dengan pendidikan alternatif. Yaitu pendidikan
yang tidak harus mengikuti kurikulum yang ada tetapi tidak melenceng dari
tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Banyak contohnya seperti :
1)
Sekolah untuk anak jalanan
Mereka tidak mengikuti kurikulum yang
ada tetapi menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Kebanyakan mereka belajar
tentang cara berwirausaha. Karena tujuan pendidikan mereka tidak untuk
persiapan ke jenjang selanjutnya tetapi menghasilkan sesuatu yang berguna dari
hasil mereka belajar.
2)
Home schooling
Pendidikan ini lebih ditekankan kepada
masyarakat yang berkebutuhan khusus ataupun yang tidak memiliki waktu untuk
belajar di sekolah umum. Tetapi mereka tidak kalah dalam hal penguasaan materi
pelajaran. Karena umumnya home schooling menciptakan suasana yang nyaman dan
menyenangkan sehingga peserta didik mampu mencapai tingkat kesenangan dalam
belajar
Tapi, menurut saya dari pada sibuk membuat
pendidikan alternative lebih baik memeratakan pendidikan di Indonesia. Sehingga
tidak ada lagi anak Indonesia yang putus sekolah hanya karena masalah biaya,
terutama di daerah-daerah terpencil.
Itulah gambaran pendidikan di Indonesia dan solusi
yang ditawarkan. Menurut saya visi Indonesia 2030 dalam buku ini hanya akan
menjadi omongan belaka jika keadaan pendidikan Indonesia masih seperti ini.
Daftar pustaka
FORUM MANGUNWIJAYA
KURIKULUM YANG MENCERDASKAN
VISI 2030 DAN PENDIDIKAN ALTERNATIF
Tambahan dari gw….
Bila
mengamati kondisi pendidikan saat ini, kalangan pendidikan dan kepentingan
pendidikan masihlah sangat jauh dari sebuah kepentingan dan kebutuhan bersama,
dimana pendidikan masih menjadi korban dari penguasa.
Sementara
di berbagai daerah, pendidikanpun masih berada dalam kondisi keprihatinan.
Mulai dari kekurangan tenaga pengajar, fasilitas pendidikan hingga sukarnya
masyarakat untuk mengikuti pendidikan karena permasalahan ekonomi dan kebutuhan
hidup. Pada beberapa wilayah, anak-anak yang memiliki keinginan untuk
bersekolah harus membantu keluarga untuk mencukupi kebutuhan hidup karena
semakin sukarnya akses masyarakat terhadap sumber kehidupan mereka.
Belum
lagi bila berbicara pada kualitas pendidikan Indonesia yang hanya berorientasi
pada pembunuhan kreatifitas berpikir dan berkarya serta hanya menciptakan
pekerja. Kurikulum yang ada dalam system pendidikan Indonesia saat ini sangat
membuat peserta didik menjadi pintar namun tidak cerdas. Pembunuhan kreatifitas
ini disebabkan pula karena paradigma pemerintah Indonesia yang mengarahkan
masyarakatnya pada penciptaan tenaga kerja untuk pemenuhan kebutuhan industri
yang sedang gencar – gencarnya ditumbuhsuburkan di Indonesia.
System
pendidikan nasional yang telah berlangsung hingga saat ini masih cenderung
mengeksploitasi pemikiran peserta didik. Indikator yang dipergunakanpun
cenderung menggunakan indikator kepintaran (kognitif kalo ga salah), sehingga
secara nilai di dalam rapor maupun ijazah tidak serta merta menunjukkan peserta
didik akan mampu bersaing maupun bertahan di tengah gencarnya industrialisasi
yang berlangsung saat ini.
Pendidikan juga saat ini telah menjadi sebuah
industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis untuk
mencapai tujuan utama dari pendidikan, yaitu “mencerdaskan bangsa”. Hal ini
mengakibatkan terjadinya praktek jual – beli gelar, jual-beli ijazah hingga
jual-beli nilai. Belum lagi menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang
mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk.
Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat,
sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi. Ironinya,
ketika ada inisiatif untuk membangun wadah-wadah pendidikan alternative,
sebagian besar dipandang sebagai upaya membangun pemberontakan.
Dunia pendidikan sebagai jalan bagi peningkatan
kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah tujuan bahwa pendidikan
adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta
pengembangan kreatifitas yang dimiliki oleh peserta didik. Sistem pendidikan
yang mengacuhkan ketiga hal tersebut hanyalah akan menciptakan keterpurukan
terhadap sumber daya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan
menjadikan Indonesia tetap di bawah kendali bangsa asing.
Kewajiban pemerintah untuk
menyelenggarakan pendidikan dasar pun hingga saat ini masih sangat jauh dari
yang diharapkan. Masih terlalu banyak penduduk Indonesia yang belum tersentuh
pendidikan. Selain itu, layanan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan
bermutupun masih hanya di dalam angan. Lebih jauh, anggaran untuk pendidikan
(di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan) di dalam APBN maupun
APBD hingga saat ini masih dibawah 20% sebagaimana amanat pasal 31 ayat 4 UUD
1945 dan pasal 49 UU No. 20/2003, bahkan hingga saat ini hanya berkisar
diantara 2-5%.
Bila merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945,
tersebutkan dalam pasal 31 ayat 1 bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan
pendidikan dan pada ayat 2 disebutkan bahwa setiap warga Negara Wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dan dalam UU No. 20/2003
pasal 5, bahwa setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu, warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, atau social berhak memperoleh pendidikan khusus, warga
Negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adapt yang
terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus, warga Negara yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan
khusus serta setiap warga Negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan
pendidikan sepanjang hayat. Pemerintah senantiasa mengawasi jalannya pendidikan
di Indonesia. Meningkatkan mutu sampai meningkatkan anggaran (20%) dan kesejahteraan
guru/dosen.
Peran masyarakat dalam pendidikan nasional, terutama
keterlibatan di dalam perencanaan hingga evaluasi masih di pandang sebagai
sebuah kotak keterlibatan pasif. Inisiatif aktif masyarakat masih dipandang
sebagai hal yang tidak dianggap penting. Padahal secara jelas di dalam pasal 8
UU No. 20/2003 disebutkan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Peran
serta masyarakat saat ini hanyalah dalam bentuk Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah, dimana proses pembentukan komite sekolahpun belum keseluruhannya
dilakukan dengan proses yang terbuka dan partisipatif.
Pemerintah sangat memahami permasalahan-permasalahan
pendidikan di daerah-daerah, oleh karena itu, pemerintah membuat kebijakan
tentang adanya mata pelajaran muatan local (seperti bahasa melayu/arab melayu)
dan adanya otonomi pendidikan bagi perguruan tinggi. Sehingga dengan demikian
kebutuhan daerah bisa terpenuhi Pemerintah, para toko pendidikan senantiasa melakukan
perbaikan-perbaikan dan peningkatan baik mutu, system dan program pendidikan di
tanah air. Namun tidak semua kebijakan berjalan mulus seperti yang diharapkan.
Oleh karena pihak, karena seperti kita maklumi, bahwa Indonesia sangat luas dan
setiap daerah berbeda budayanya, corak, dan cara berfikir sehingga tidak heran
kalau kebijakan-kebijakan yang telah digulirkan tidak berjalan dengan baik.
Undang-undang pendidikan, dan kebijakan pemerintah
pusat berlaku untuk nasional (seluruh Indonesia) dan di tambah kebijakan –
kebijakan / peraturan-peraturan daerah tentang pendidikan di daerah
masing-masing. Namun dengan kondisi geografis, Indonesia yang begitu luas dan
banyak daerah terpencil yang banyak kendala-kendala, hambatan-hambatan yang
menyebabkan peraturan-peraturan dijalankan dengan toleran (tidak bisa
dilaksanakan seutuhnya) di daerah terpencil tidak heran kalau biaya pendidikan
kesejahteraan guru yang sering terlambat bahkan nihil.
Hari Pendidikan Nasional yang diperingati pada
tanggal 2 Mei setiap tahunnya telah menjadi momentum untuk memperingatkan
segenap negeri akan pentingnya arti pendidikan bagi anak negeri yang sangat
kaya ini. Di tahun 2003, telah dilahirkan pula Undang-Undang tentang System
Pendidikan Nasional melalui UU No. 20 tahun 2003 yang menggantikan UU No. 2
tahun 1989. Tersurat jelas dalam UU tersebut bahwa sistem pendidikan nasional
harus mampu menjamin pemerataankesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta
relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntuan perubahan kehidupan local, nasional, dan global sehingga perlu
dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana sistem
pendidikan di Indonesia menciptakan anak bangsa yang memiliki sensitifitas
terhadap lingkungan hidup dan krisis sumber-sumber kehidupan, serta mendorong
terjadinya sebuah kebersamaan dan keadilan hak. System pendidikan harus lebih
dilanjutkan agar terjadi keseimbangan terhadap ketersediaan sumberdaya alam
serta kepentingan-kepentingan ekonomi dengan tidak meninggalkan system social
dan budaya yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Hari pendidikan Nasional tahun ini di tengah-tengah
pertarungan politik Indonesia sudah selayaknya menjadi sebuah tonggak bagi
bangkitnya bangsa Indonesia dari keterpurukan serta lepasnya Indonesia dari
pejajahan bangsa asing. Sudah saatnya Indonesia berdiri di atas kaki sendiri
dengan sebuah kesejahteraan sejati bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Kritik dari gw…
Cerdas adalah kemampuan untuk ‘belajar’ suatu
hal dengan cepat. Dari definisinya terdapat kata belajar.
Jadi jika seseorang dikatakan cerdas tanpa perlu belajar, darimana kita tahu
dia merupakan orang yang cerdas?
Kecerdasan dan proses belajar merupakan hal yang
berkaitan erat, dan karena waktu itu relatif, maka semua orang dapat dikatakan
cerdas, hanya kadarnya relatif menurut waktu. Jadi hanya dengan belajarlah
seseorang bisa cerdas.
Demikian juga dalam pendidikan yang ada di
Indonesia. Di dalam UUD 1945 tertulis tujuan pendidikan di Indonesia yaitu
untuk mencerdaskan bangsa. Namun tujuan tersebut sulit untuk tercapai. Mengapa
demikian? Karena bangsa Indonesia melupakan proses menuju tujuan tersebut.
Menurut data UNESCO (2000)
tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan
ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant
(PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12
negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan
The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang
rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di
dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya
berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di
dunia.
Namun data tersebut tidak harus menjadi rujukan
mengenai kondisi pendidikan maupun kualitas SDM. Yang terpenting saat ini
adalah upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kita tidak
perlu untuk meraih posisi 1 di dalam data UNESCO maupun di dalam survei PERC
yang saya sebutkan tadi. Yang menjadi tujuan utama bagi pemerintah Indonesia
saat ini adalah bagaimana caranya menjadikan pendidikan nasional mencapai
tujuan yang tertulis di undang-undang, seperti yang ada dalam UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3
menyebutkan, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang."
Dan juga dalam Pasal 31, ayat 5 menyebutkan,
"Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia."
Jabaran
UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003.
Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Oleh
karenanya tujuan pendidikan yang tertulis di undang-undang layaknya menjadi
dasar dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
setuju sekali dengan artikel ini
BalasHapuscasing sosis